MISKONSEPSI PADA PEMBELAJARAN KIMIA
Kimia
merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang menekankan pada penguasaan konsep.
Dalam proses pembelajaran, konsep merupakan hal yang perlu dipahami, dipelajari
dan dikuasai oleh siswa. Konsep kimia terbentuk dalam diri siswa secara
berangsur-angsur melalui pengalaman dan interaksi mereka dengan alam sekitarnya
(Faridah, 2004).
Di
sekolah, mata pelajaran kimia dianggap sulit oleh sebagian besar siswa,
sehingga banyak siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak berhasil dalam
belajar kimia. Enawati et al (2004) mengatakan bahwa diantara para siswa SMA
berkembang anggapan bahwa mata pelajaran MIPA terutama kimia merupakan mata
pelajaran tersulit dan menjadi momok di kalangan mereka, sehingga tidak heran
jika sebagian mereka tidak mencapai ketuntasan minimum dalam mata pelajaran
kimia.
Miskonsepsi
merupakan permasalahan umum dalam pembelajaran kimia di sekolah menengah dan
perguruan tinggi yang signifikan menghambat belajar dan pengembangan kognitif.
Penelitian pendidikan kimia banyak melaporkan permasalahan miskonsepsi ini,
namun sampai sekarang miskonsepsi masih merupakan permasalahan dalam
pembelajaran kimia yang memerlukan penanganan serius. Hal yang sama
direfleksikan oleh Johnstone (2000: 34), “Research literature has been
dominated by work on misconceptions, but little has as yet appeared about how
to reverse these or to avoid them altogether”.Pemecahan permasalahan
miskonsepsi memerlukan pembelajaran dengan strategi khusus. Pembelajaran
tradisional sulit mengatasi permasalahan miskonsepsi atau pengubahan konseptual
(Ates, 2003; Coll & Treagust, 2001).
Ilmu
kimia adalah sains IPA yang khusus mempelajari struktur, susunan, sifat, dan
perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Kimia melihat
struktur dan susunan materi dari sisi partikel materi yang non-observable yang
menentukan sifat-sifat materi (observable). Proses-proses kimia dan semua
realitas kimia (fenomena makroskopis) secara paradigmatik dapat dijelaskan dari
perspektif molekular (submikroskopis) sehingga kimia dipandang sebagai submicroscopic
science (Wu, dkk., 2001). Johnstone (2000) menyatakan bahwa kajian kimia
terdiri dari tiga aspek yang saling terkait satu dengan yang lain yang
dilukiskan sebagai triangle, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan
simbol, seperti digambarkan pada Gambar 1.
Menurut
Suparno (2005) ada lima hal yang menjadi penyebab miskonsepsi yaitu siswa,
guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Penyebab miskonsepsi dari siswa
terdiri dari berbagai hal, yaitu : prakonsepsi, pemikiran humanistik, pemikiran
asosiatif siswa, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, perkembangan
kognitif siswa, minat siswa, dan kemampuan siswa.
Munculnya
miskonsepsi bisa dilihat dari dua sisi umum, yaitu karakteristik konsep, dan
pembelajaran. Dari sisi karakteristik konsep kimia: (1) Konsep dasar kimia
bersifat abstrak, esensi kimia adalah kajian secara submikroskopis dan spatial
in nature (Wu, dkk., 2001), (2) Makna konseptual kimia sering bertentangan
dengan pengamatan kasat mata, (3) Beberapa istilah yang digunakan sama dengan
dalam kehidupan sehari-hari, terkait dengan budaya, tetapi mempunyai makna yang
berbeda dengan makna konceptual kimia, dan (4) Real word chemistry sangat
kompleks untuk dikaji secara komprehensif dalam pembelajaran kimia, sehingga
kasus dalam pembelajaran kimia cenderung parsial (exemplar models) terkait
dengan konsep yang sedang dibahas.
Dari
sisi pembelajaran: (1) pembelajaran kimia cenderung algoritmik, verbalisme,
perdefinisi dan contoh (Niaz, 2005; Stamovlasis, dkk., 2005), (2) pembelajaran
hanya menekankan fenomena fisis (makro) dan terkesan penjejalan fakta (marshals
of evident) sehingga tidak efektif (Gabel,1999), (3) dalam pembelajaran, kajian
submikroskopis sering diabaikan ataupun cenderung dilaksanakan secara parsial
dengan kajian makroskopis dan simbol, (4) kurikulum kimia terkesan kurang
hierarkis dan tidak lengkap (incompleteness), (5) bahasa dan tidak konsistennya
paparan yang digunakan dalam buku teks (Chiu, 2005), dan (6) bentuk-bentuk
pemodelan, analogi, dan penjelasan dari guru yang tidak bisa mempresentasikan
makna konseptual secara menyeluruh bisa menyisakan kekeliruan penafsiran atau
miskonsepsi yang bersifat konsisten (Chiu, 2005).
Miskonsepsi
dalam pelajaran kimia akan sangat fatal dikarenakan konsep-konsep kimia saling
terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga kesalahan konsep di awal
pembelajaran akan berpengaruh kepada pelajaran lanjutan, hal ini akan bermuara
pada rendahnya kemampuan siswa dan tidak tercapainya ketuntasan belajar ,salah
satu contohnya adalah pemahaman materi laju reaksi. Laju reaksi merupakan
bagian dari konsep kimia yang bersifat abstrak, sehingga sering membuat siswa
kesulitan dalam memahami konsep ini. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sinaga (2006) menunjukkan bahwa hampir setengah siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep pengaruh katalis dan suhu terhadap laju reaksi.
Tabel 1. Jenis-Jenis
Miskonsepsi
No
|
Jenis Miskonsepsi
|
Keterangana
|
1
|
Kepercayaan
bek
|
Konsepsi popular yang
berasal dari pengalaman sehari-hari.
Contoh: kentang dapat
megurangi kadar garam dalam larutan
|
2
|
Kepercayaan non-ilmiah
|
Termasuk di dalamnya
adalah pandangan yang keliru yang dipelajari siswa dari sumber non ilmiah,
misalnya mitos dan sebagainya.
Contoh: gas tidak
memiliki massa
|
3
|
Salah paham konseptual
|
Berkembang saat siswa
diberi informasi ilmiah yang tidak memberi tantangan pada paradoks dari
kepercayaan beku dan kepercayaan non ilmiah.
Contoh: larutan adalah
campuran zat dengan air
|
4
|
Miskonsepsi vernacular
(dialek)
|
Muncul dari penggunaan
kata atau istilah yang berbeda pada kehidupan sehari-hari dan ilmiah.
contoh: Air berwarna
putih atau air berwarna bening.
|
5
|
Miskonsepsi faktual
|
Kesalahan konsep yang
terjadi dari sejak kecil dan tidak berubah atau tertantang hingga dewasa.
Contoh: zat kimia itu
berbahaya
|
Miskonsepsi yang terjadi diantaranya
adalah sebagai berikut :
1.
Pengaruh
Luas Permukaan Terhadap Laju Reaksi
Miskonsepsi
yang terjadi adalah : zat yang memiliki ukuran partikel lebih kecil memiliki
luas permukaan sentuhan yang lebih kecil dalam masa yang sama. Hal ini
bertentangan dengan konsep yang benar dimana bahan kimia yang memiliki ukuran
lebih kecil memiliki luas permukaan sentuhan lebih besar sehingga reaksi lebih
cepat berlangsung (Goldberg, 2004). Dalam memahami pengaruh luas permukaan
terhadap laju reaksi, siswa mengira bahwa bahan yang berbentuk serbuk memiliki
luas permukaan lebih kecil sehingga reaksi lebih cepat berlangsung.
2.
Pengaruh
suhu terhadap laju reaksi
Disini
siswa sering salah dalam memahami pengaruh katalis dan suhu terhadap laju reaksi
terutama mereka sering tertukar dalam memahami antara energi kinetik reaktan
dan energi aktivasi reaktan. Dalam sebuah penelitan dikatakan sebanyak
2,63% siswa beranggapan bahwa kenaikan suhu meyebabkan energi aktivasi menurun,
dan sebanyak 55,26% siswa beranggapan peningkatan suhu menyebabkan energi
aktivasi meningkat sehingga reaksi lebih cepat berlangsung.
3.
Pengaruh
katalis terhadap laju reaksi
Menurut
temuan Sinaga (2006) dimana hampir setengah dari jumlah siswa mengalami
miskonsepsi pada konsep pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Dalam hal
pengaruh penambahan katalis terhadap laju reaksi, sebagian besar siswa memahami
bahwa penambahan katalis dapat menaikkan energi aktivasi reaktan sehingga
reaksi lebih cepat berlangsung.
TUGAS PETA KONSEP PEMBELAJARAN KIMIA
permasalahan:
menurut teman - teman mengapa dalam pembelajaran kimia sering terjadi miskonsepsi.? apa yang dapat kita lakukan selaku calon guru untuk mengatasi agar tidak terjadi lagi miskonsepsi ini dalam pembelajaran kimia.?