Selasa, 30 Mei 2017




Pengertian Penelitian Tindakan Kelas atau PTK

Beberapa ahli dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)  masing – masing   memberikan definisi  di antaranya  yang dikemukakan oleh Stephen  Kemmis, seperti yang dikutip D. Hopkins, dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide the Classroom Action Research, Bristol, PA, Open University Press, 1993, halaman 44. menyatakan bahwa action research adalah: … A form of self reflective inquiri undertaken by participants in a social (including educational) situation in order improve the rationality and justice of (a)their own social or educational practices. (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out.

Dari pengertian di atas, dapat dicermati bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang ditujukan untuk memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan selama proses pembelajaran, serta untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang masih terjadi dalam proses pembelajran dan untuk mewujudkan tujuan – tujuan dalam proses pembelajaran tersebut. Jika proses inquiri dan perbaikan pembelajran dilakukan  secara terus – menerus, diyakini sepenuhnya bahwa kemampuan professional guru akan terus meningkat sesuai dengan harapan banyak pihak

Penelitian tindakan adalah suatu bentuk diri kolektif yang dilakukan oleh peserta – pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek social mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek  -  praktek itu dan terhadap situasi tempat  dilakukan praktek – praktek tersebut (Kemmis dan Tagart, 198 :5– 6)

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menafsirkan pengertian PTK secara lebih luas, secara singkat PTK dapat di definisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek – praktek pembelajran di kelas, sehingga kondisi ini, sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajran. Karena itu, guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat  siswa terhadap pembelajaran dapat ditingkatkan.

Karakteristik  Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Karakteristik tindakan sebagai berikut  (Cohen dan Manion, 1980) :
1)   Situasional, praktik, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Ia berkenan dengan diagnosis suatu masalah dalam  kontek tertentu dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut.
2)   Subjeknya adalah di kelas, anggota staf sekolah, dan yang lain penelitiannya terlibat dengan mereka subjek tindakan.
3)   Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah.  Penelitian tindakan juga bersifat empiris dalam hal bahwa ia mengandalkan observasi  nyata dan data perilaku, dan tidak lagi termasuk kajian pihak-pihak panitia yang subjektif atau pendapat orang berdasarkan pengalaman masa  lalu.
4)   Fleksibel dan adaptif, memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan dengan mengabaikan pengontrolan karena lebih  menekankan tanggap dan pengujicobaan dan pembaharuan di tempat kejadian.
5)   Partisipatori karena peneliti atau anggota tim peneliti sendiri ambil bagian secara langsung  atau tidak langsung dalam melaksanakan  penelitiannya.
6)   Self – evaluative, yaitu modifikasi secara kontinyu dan dievaluasi dalam situasi yang ada /aktual, tujuan akhirnya ialah untuk meningkatkan praktik dalam cara tertentu. Meskipun berusaha secara sistematis, penelitian tindakan secara ilmiah kurang ketat karena ditinjau dari kesahihan instrumen juga agak lemah.

Fungsi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Fungsi PTK sebagai alat untuk  meningkatkan kualitas pelaksanaan   kerja di sekolah dan ruang kelas, misalnya, penelitian tindakan dapat memiliki lima kategori fungsi sebagai (Cohen dan Manion, 1980) :
1)   Alat untuk memecahkan masalah yang didiagnosis dalam situasi   tertentu;
2)   Alat pelatihan dalam jabatan, dengan demikian membekali guru yang bersangkutan serta keterampilan dan metode baru, mempertajam kemampuan analisisnya, dan perubahan;
3)   Alat untuk mengenalkan pendekatan tambahan atau inovasi pada pengajaran dan pembelajaran ke dalam sistem sekolah yang  biasanya menghambat inovasi dan perubahan;
4)   Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya kurang lancar antara guru lapangan dengan penelitian akademis, dan memperbaiki kegagalan penelitian tradisional dalam memberikan deskripsi yang jelas; dan
5)   Alat untuk menyediakan alternatif yang lebih baik daripada pendekatan yang lebih subjektif dan impresionistik pada pemecahan masalah di dalam kelas.

Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).



1. Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.

2. Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

3. Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris

4. Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.


Kelebihan dan Kekurangan PTK
Penelitian tindakan, seperti halnya jenis pnelitian lain, memiliki kelebihan dan kekurangan. Peneliti dapat mengurangi kekurangannya dan memaksimalkan kelebihannya. Shumsky (1982) telah mencatat kelebihan penelitian tindakan sebagai berikut:
1)   Kerja sama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki;
2)   Kerja sama dalam penelitian tindakan mendorong kreativitas dan pemikiran kritis;
3)   Kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk berubah; dan
4)    Kerja sama dalam penelitian meningkatkan kesepakatan.

Meskipun memiliki kelebihan – kelebihan sepeti disebutkan di atas, penelitian tindakan memiliki beberapa kelemahan, sebagai berikut  :
1)   Berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalamTeknik dasar penelitian tindakan pada pihak peneliti
2)    Berkenaan dengan waktu. Karena itu, penelitian tindakan memerlukan komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya, faktor waktu ini dapat menjadi kendala yang besar. Praktisi yang ingin melakukan tugas rutinnya dan untuk melakukan penelitian. 

PERMASALAHAN :
Menurut teman – teman seberapa pentingkah penelitian tindakan kelas ini dilakukan bagi seorang guru.? Apakah dengan diadakannya penelitian tindakan kelas ini dapat membantu guru dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.?


Selasa, 16 Mei 2017

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

Diagnosis adalah keputusan atau penentu mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Sebelum menetakan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni  jenis kesulitan belajar siswa. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

Langkah – langkah diagnosis kesulitan belajar :
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3.      Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4.      Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1)      Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2)      Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan belajar.
3)      Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar.

Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:
1)      Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh individu.
2)      Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.
3)      Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang diharapkan.

Secara umum langkah-langkah tersebut diatas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh dibawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/ sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusu untuk anak-anak abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umumnya dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.

Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgafia, dan diskalkulia, sebagaimana yang telah diuraikan, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani siswa pengidap sindrom-sindrom tadi disamping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).

Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
1)        Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
2)        Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
3)        Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
4)        Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.
5)        Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
6)        Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
7)        Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak dirumah.

Analisis Hasil Diagnosis Kesulitan Belajar
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. Contoh : siti fulanah mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata polisemi. Polisemi adalahsebuah istilah yang menunjuk kata yang mimiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”, umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun tangga, turun ranjang, turun tangan dan seterusnya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dapat dipakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding, dan sebagainya.

v  Alat Ungkap Kesulitan Belajar Siswa
A.    Tes Uraian
Tes uraian merupakan tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau
suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang diminta kepada siswa untuk menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan, dan mencari perbedaan. Semua bentuk pertanyaan mengharapkan agar siswa menunjukkan pengertian mereka Terhadap materi yang dipelajari. Tes ini dapat digunakan untuk mengungkap bagaimana siswa mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan bahasa sendiri (Suwarto, 2013).

Tes uraian ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian objektif dan bentuk uraian non objektif. Bentuk tes uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang matematika dan sains, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan tes ini melalui suatu prosedur tertentu. Setiap langkah memiliki skor. Objektif artinya jika diperiksa beberapa guru bidang studi maka hasil skornya sama. Penilaian tes uraian non-objektif cenderung dipengaruhi subjektifitas penilai. Tes ini menuntut kemampuan siswa untuk menyampaikan, memilih , menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-kata sendiri (Mardapi, 2004).

B.     Tes Diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut.

Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Tes diagnostik harus disusun secara khusus pada wilayah pengajaran yang terbatas. Butir-butir tes diagnostik cenderung mempunyai tingkat kesulitan yang relatif rendah (Suwarto, 2013).

C. Wawancara
Wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual atau kelompok untuk menghimpun data. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen wawancara atau pedoman wawancara. Pedoman berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh responden. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi, atau evaluasi responden (Sukmadinata, 2012).

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Wawancara terstruktur (structured interview) digunakan bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawaban juga telah disediakan. Wawancara semiterstruktur (semistructure interview) termasuk kategori in-depth interview, yaitu pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, meminta pendapat dan ide dari responden. Peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan. Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) adalah wawancara bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan (Sukmadinata, 2012).
PERMASALAHAN
Menurut teman – teman apakah dengan dilakukannya wawancara sebagai salah satu alat atau tindakan guru untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dapat membantu guru dalam menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.? Kemukakan pendapat teman – teman.....

Selasa, 09 Mei 2017

TEKNIK MEMBUKA DAN MENUTUP PEMBELAJARAN



Membuka dan menutup pelajaran merupakan bagian yang sangat penting didalam proses pembelajaran. Membuka pelajaran diibaratkan sabagai kepala manusia yang menggambarkan tidak hanya bentuk wajah, tapi juga suasana hati seseorang. Membuka pelajaran memberi gambaran nyata tentang pelajaran yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini membantu guru mendapatkan informasi langsung tentang yang akan kesiapan siswa mengikuti pelajaran, sejauh mana siswa sudah mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan hendak dicapai. Dengan demikian pembelajaran akan dimulai sesuai dengan kondisi awal siswa dikelas tersebut.

A.   Membuka pelajaran (set induction)
1.    Pengertian membuka pelajaran

Menurut Soli Abimanyu membuka pelajaran adalah “kegiatan yang dilakukan oleh untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal – hal yang akan dipelajari.

Menurut Sanjaya membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan, artinya kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian agar siswa terpusat pada hal – hal yang akan dipelajarinya.

Membuka pelajaran (set induction) adalah aktivitas yang dilakukan guru untuk menciptakan kondisi siap mental, menumbuhkan perhatian serta meningkatkan motivasi siswa agar terpusat pada kegiatan belajar yang dilakukan.

Jika siswa sejak awal sudah memiliki kesiapan untuk belajar, maka tidak terlalu sulit bagi guru untuk mengaktifkan siswa dalam langkah pembelajaran selanjutnya (kegiatan inti pembelajaran). banyak orang beranggapan bahwa kesan pertama dari suatu bentuk hubungan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, bahwa kesan pertama yang baik akan membuahkan hasil yang baik. Hubungan yang tercipta antara guru dan siswa pada waktu interaksi belajar mengajar berlangsung, sesungguhnya ada dan dapat diamati tetapi dengan cara yang tidak langsung.

2.    Tujuan membuka pelajaran

Kegiatan atau pemeriksaan yang bersifat adminitrasi saja pada mengawali pembelajaran, belum tentu akan mencapai sasaran menumbuhkan kesiapan mental siswa secara optimal. Dengan demikian, kegiatan membuka pembelajaran selain untuk mempersiapkan hal – hal yang bersifat teknis adminitratif, terutama harus memfokuskan pada upaya mengkondisikan kesiapan baik fisik dan mental, perhatian dan motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan inti pembelajaran.

Maka tujuan dari keterampilan membuka pelajaran adalah :
1.        Membangkitkan motivasi dan perhatian
2.        Membuat anak didik memahami bentuk tugas
3.        Menyiapkan mental siswa untuk memasuki kegiatan inti pelajaran
4.        Menyadarkan siswa akan hubungan antara pengalaman / bahan yang sudah dimiliki/ diketahui dengan yang akan dipelajari
5.        Memberikan gambaran tentang pendekatan atau kegiatan yang akan diterapkan atau dilaksanakan dalam kegiatan belajar.

3.    Prinsip-prinsip membuka pelajaran
Menurut Marno dan Idris (2008:92-93), ada lima prinsip penggunaan keterampilan membuka pelajaran yaitu:
1.      Singkat, padat dan jelas
2.      Tidak diulang-ulang atau berbelit-belit
3.      Menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak
4.      Disertai contoh atau ilustrasi seperlunya
5.      Mengikat perhatian anak

Sedangkan menurut Joni (1984:4-5), ada dua prinsip, yaitu:
1)    Bermakna
Usaha menarik perhatian atau memotivasi siswa, guru harus memilih cara yang relevan dengan isi dan tujuan pembelajaran.
2)    Berurutan dan berkesinambungan
Aktifitas-aktifitas membuka pelajaran yang dilakukan oleh guru akan bermanfaat sesuai yang diharapkan, apabila dilakukan sesuai hirarkinya. Guru dalam mengenalkan dan merangkum kembali pokok-pokok pelajaran hendaknya merupakan bagian yang utuh. Hubungan antara pendahuluan dengan inti pelajaran serta dengan tugas-tugasnya akan dikerjakan sebagai tindak lanjut Nampak jelas dan logis.

4.    Komponen-komponen dalam membuka pelajaran
Sebagaimana diketahui kegiatan membuka pelajaran dapat dilakukan pada setiap awal kegiatan. Komponen keterampilan yang perlu dikuasai guru dalam membuka pelajaran adalah sebagai berikut:
a.      Menarik perhatian siswa
1.      Memvariasikan gaya mengajar guru
Menggunakan alat-alat bantu mengajar yang dapat menarik perhatian siswa
-         Pola interaksi yang bervariasi

(djamarah, syaiful Bahri.2005) pembelajaran adalah suatu proses komonikasi, komonikasi pembelajaran yang dikembangkan secara interaktif akan menarik perhatian siswa, karena suasana pembelajaran tidak menonton, varisai komonikasi pembelajaran, misalnya kapan saat yang tapat untuk klasikal, individu, kelompok.
-         Tempat belajar, misalnya selaen belajar didalam kelas, juga untuk menarik perhatian siswa, guru dapat merancang pembelajaran dilakukan diluar kelas, laboratorium, perpustakaan, atau tempat belajar lainnya yang memungkin pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

b.      Menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan:
-         Membangun suasana akrab sehingga siswa merasa dekat, misalnya menyapa dan berkomonikasi secara kekeluargaan.
-         Menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak siswa untuk mempelajari suatu kasus yang sedang hangat dibicarakan.

c.      Memberi acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang dapat dilakukan dengan cara:
-         Mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan.
-         Menjelaskan langkah-langkah atau tahapan pembelajaran ,sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan.
-         Menjelaskan target atau kemampuan yang harus dimiliki setelah pembelajran berlangsung

d.      Membuat kaitan
Untuk membuat kaitan dalam membuka pembelajran guru dapat melakukannya dengan menghubungkan antara materi yang akan disampaikan dengan materi yang telah dikuasai siswa siswi (pengetahuan siap) disamping itu perlu dikaitan dengan pengalaman,minat,dan kebutuhan siswa siswi.Cara yang dapat dilakukan guru. menurut Mulyasa (2005:88) antara lain dapat berupa:
-         Mengajukan pertanyaan apersepsi
-         Mengulas sepintas garis besar isi pelajran yang  telah lalu
-         Mengaitkan materi yang diajarkan dengan lingkungan siswa siswi
-         Menghubungkan hubungkan bahan pelajran yang sejenis dan berurutan

B.   Menutup Pelajaran ( Closure )
1.      Pengertian menutup pelajaran

Belajar dapat dikatakan suatu proses yang tidak pernah berhenti karena merupakan suatu proses yang tidak berhenti atau merupakan suatu proses yang berkalanjutan menuju kearah kesempurnaan.setiap kali berakhir dari suatu interaksi antara guru dan siswa,hanyalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak keinteraksi selanjutnya pada hari atau minggu lain, jadi akhir suatu pelajaran bukan bearti seluruh proses belajar atau interaksi telah selesai sama sekali. Oleh karena itu,suatu kesan perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain dapat diterima dan berlangsung baik.

Mengakhiri pelajaran atau menutup pelajaran sama pentingnya dengan membuka pelajaran, walau tentu saja berbeda tujuan dan fungsinya. Seperti juga dalam membuka pelajaran, dalam rangka menutuo pelajaran seyogyanya dilakukan bersama-sama dimana murid semua kelas yang dirangkap hadir dalam suatu ruangan atau satu tempat. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengontrol suatu episode pembelajaran untuk setiap kelas secara utuh.

            2.      Tujuan menutup pelajaran:
-           Untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap materi pokok atau kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
-           Mementapkan pemahaman siswa terhadap materi pokok atau kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
-           Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil pembelajaran yang telah diperoleh siswa, sekaligus sebagai umpan balik bagi guru.
-           Untuk memberikan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan proses dan hasil pembelajaran yang telah dicapai siswa.

3.      Komponen-komponen menutup pelajaran
a.        Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap inti pelajaran pada setiap akhir penggal kegiatan guru hendaknya melakukan peninjauan kembali tentang penguasaan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu merangkum dan membuat inti pelajaraan.

b.        Menilai (mengevaluasi)
-         Tanya jawab secara lisan yang dilakukan guru kepada siswa secara perorangan,kelompok atau klasikal
-         Mendemontrasikan ide baru pada situasi lain
-         Menyatakan pendapat tentang masalah yang dibahas. Dalam hal ini guru meminta siswa  memberikan pendapatnya tentang masalah yang baru saja dibahas, baik pendapat itu berupa pendapat perorangan maupun pendapat kelompok
-         Memberikan soal-soal tertulis yang dikerjakan oleh siswa secara tertulis pula

c.        Tindak lanjut
Altematif lain yang dapat dilakukann guru dalam mengakhiri pembelajaran adalah dengan cara memberikan tindak lanjut (Aqib, zainal.2003). yang dimaksud dengan tindak lanjut yaitu upaya menindak  lanjuti terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, dengan maksud untuk lebih memantapkan pemahaman siswa baik berkenaan dengan konsep-konsep yang dipelajari maupun dalam rangka mengamlikasikan pemahaman konsep terhadap pemecahan-pemecahan masalah praktis. Jika kegiatan tindak lanjut bisa berupa pekerjaan rumah(pr), megerjakan tugas-tugas tertentu (proyek), melakukan opserfasi atau pengamatan, wawan cara sederhana atau kegiatan lain atau yang sejenis.

PERMASALAHAN :

Ketrampilan membuka dan menutup pembelajaran adalah ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Namun apabila guru pada saat melaksanakan proses pembelajaran tidak semua komponen membuka dan menutup pembelajaran dilakukan, bagaimana tanggapan teman – teman.? Apakah proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.?

Selasa, 02 Mei 2017

KESULITAN GURU DALAM MEMBELAJARKAN KIMIA




Concise Dictionary of Science & Computers (2004) mendefinisikan kimia sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam, yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Keragaman jenis materi serta luasnya fenomena yang bertali temali dengan perilaku materi menyebabkan kimiawan mengkhususkan kajian-kajiannya pada bidang-bidang spesifik. Hal ini kemudian menyebabkan berkembangnya percabangan dalam disiplin ilmu kimia berdasarkan kekhususan jenis materi dan aspek khusus sifat materi yang dikajinya, seperti misalnya kimia organik, kimia anorganik, kimia fisik, biokimia, dan kimia lingkungan.

            Sebagai sebuah ilmu pengetahuan alam, kajian-kajian dalam kimia bertujuan untuk memahami sifat dan perubahan materi di alam. Konsep, hukum, teori dalam kimia dihasilkan kajian-kajian tersebut. Namun, sebagai akibat dari pemahaman manusia terhadap sifat dan perubahan materi di alam, manusia mampu meniru alam dalam menghasilkan produk-produk alam. Hal inilah yang kemudian melahirkan pengetahuan kimia yang dapat diaplikasikan untuk memuat berbagai bahan-bahan sintetik, seperti misalnya plastik dan semikonduktor. Di samping itu dengan pemahaman terhadap sifat dan perubahan di alam, kimiawan menjadi mampu mengendalikan proses-proses alam agar menguntungkan dan meningkatkan manfaatnya bagi manusia. Teknologi pencegahan korosi, pencegahan pencemaran, produksi obat-obatan, penyediaan pasokan air minum, merupakan satu contoh kecil dari aplikasi kimia dalam pengendalian proses alam. Oleh karena aplikasinya yang luas itu, kimia mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sebagaimana ditunjukkan oleh luasnya pasar dari produk-produk teknologi kimia seperti pupuk, insektisida, obat-obatan, bahan bangunan, dan produk-produk petrokimia.

ISU DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

Pekerjaan mengajar kimia penuh dengan tantangan. Tantangan tersebut lahir sebagai akibat dari berbagai perkembangan zaman yang sangat dinamis. Munculnya pemikiran-pemikiran baru terhadap konsep-konsep  dasar kimia, meluasnya produk aplikasi kimia di masyarakat, berkembangnya teori-teori pembelajaran, tuntutan masyarakat (orang tua, perguruan tinggi, pemerintah, dll.) menjadikan kita perlu secara berkesinambungan mengkaji ulang tentang “keyakinan” (belief), pemahaman, sudut pandang, serta tradisi kita dalam menjalankan tugas profesi guru kimia.

Salah satu masalah yang dihadapi sementara pengajar kimia di SMA/MA adalah perolehan hasil belajar peserta didik yang kurang memuaskan sekalipun pendidik telah berusaha secara maksimum untuk mengajar dengan baik. Sesungguhnya masalah seperti ini bukan hanya ada dalam pengajaran kimia saja melainkan juga pengajaran mata pelajaran IPA lainnya, bukan pula dialami bangsa kita saja melainkan juga hempir semua bangsa, dan sama sekali tidak mencuat pada saat sekarang saja melainkan juga sejak waktu lampau. Fenomena itu menjadi petunjuk akan tingginya kompleksitas persoalan pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran kimia pada khususnya. Di samping itu harus diakui bahwa  ilmu pendidikan kimia belum sampai pada taraf yang cukup matang untuk dapat berperan sebagai “pemandu” bagi para pendidik dalam mengajarkan kimia. Masih diperlukan pengkajian, penelitian, dan pemikiran yang melibatkan para praktisi (guru kimia), pakar ilmu pendidikan kimia, dan pakar ilmu kimia secara bersama-sama dalam mengembangkan alternatif-alternatif pendekatan dan strategi yang efektif dalam mengajarkan kimia. Langkah penting yang perlu kita lakukan adalah memahami peta tali temali permasalahan tersebut, sehingga analisis secara komprehensif dapat kita lakukan, bahkan mungkin titik-titik cerah untuk memecahkannya secara bertahap dapat kita antisipasi.

Dewasa ini terdapat banyak kritik terhadap proses dan hasil pembelajaran kimia di sekolah menengah atas (termasuk madrasah aliyah). Sejumlah kritik terarah pada kegiatan belajar mengajar yang sangat berpusat pada guru (teacher centered) sehingga pembelajaran nampak sebagai ceramah, yang di dalamnya pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan prosedur) kimia ditransmisikan dari guru tanpa menstimulasi peserta didik untuk “berpikir/bernalar”. Sementara itu karakter kimia sebagai “experimental science” tidak tampak dalam kegiatan belajar-mengajar kimia, sebab pada umumnya sangat jarang peserta didik distimulasi untuk melakukan observasi terhadap fenomena kimia, serta menginterpretasikan fenomena tersebut dengan menggunakan pengetahuan teoretiknya, apalagi merancang kegiatan eksperimen untuk memecahkan suatu permasalahan. Kritik lain terarah pada materi pelajaran yang di samping “sarat”, juga sangat bersifat teoretik-akademik, tanpa menyinggung aplikasinya untuk memahami peristiwa alam di sekitarnya atau produk-produk teknologi yang hadir dalam kehidupan sehari-harinya. Kesan yang diperoleh sebagian besar peserta didik adalah mata pelajaran kimia steril dari kehidupannya sehari-hari.

Terdapat berbagai justifikasi klasik bagi fenomena pembelajaran kimia seperti yang dipaparkan di muka, antara lain “kurikulum yang sarat materi”, miskinnya fasilitas laboratorium, dan kalaupun ada fasilitas laboratorium, namun tidak ada tenaga laboran, Ujian Sekolah dan SPMB yang lebih banyak menuntut kompetensi menyelesaian soal-soal yang bersifat numerik serta menekankan elemen-elemen teoretik. Persoalan-persoalan tadi membuat kita terperangkap di dalam suatu lingkaran setan yang tidak diketahui bagaimana memulai era baru pembelajaran kimia, yaitu era dimana pembelajaran tidak lagi dipenuhi dengan transmisikan pengetahuan teoretik kimia tanpa mengembangkan “kecerdasasan siswa” sebagaimana yang menjadi salah satu misi utama pendidikan.

Sesungguhnya, pakar dan praktisi pendidikan kimia sangat berpengetahuan dalam soal “kondisi ideal” pembelajaran kimia. Namun, yang acapkali membelenggu kita sehingga tidak cukup kuat tekad dan upaya kita untuk melakukan tindakan nyata mewujudkannya, adalah pengetahuan tadi belum mampu menjadi bagian dari keyakinan (belief) kita. Oleh karenanya pengkajian-pengkajian tentang hakekat pembelajaran kimia masih sangat diperlukan untuk menguatkan keyakinan dalam diri kita bahwa membelajarkan peserta didik dalam mata pelajaran kimia secara aktif dan menstimulasi kemampuan observasi, bernalar serta kreativitas, sebagaimana menjadi misi utama pendidikan untuk mencerdaskan generasi muda.

Model Pembelajaran Efektif untuk Mata Pelajaran Kimia

Hingga saat ini belum ada teori yang secara komprehensif dapat menjelaskan keberhasilan mengajar kimia. Namun demikian penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjuk adanya sejumlah faktor yang berpengaruh pada keberhasilan belajar peserta didik, baik yang terkait pada individu peserta didik, guru, lingkungan, serta proses pembelajaran (Cruickshank, 1990). Seberapa jauh masing-masing faktor berkontribusi pada keberhasilan peserta didik belajar belum diketahui secara pasti. Penelitian-penelitian yang dilakukan masih terlalu sedikit sehingga hasilnya belum konklusif. Di samping itu pengaruh faktor-faktor tadi tidak linear, terkait satu sama lain,  sehingga sulit untuk memprediksi faktor-faktor mana yang secara umum lebih dominan, dan kekuatan pengaruh faktor-faktor tersebut tampak unik untuk setiap individu peserta didik.

Keberhasilan belajar peserta didik bertalian dengan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang di dalamnya pendidik secara optimum berperan sebagai fasilitator belajar yang menyediakan kondisi-kondisi fisik dan psikologis yang memungkinkan peserta didik meraih kompetensi-kompetensi yang ditargetkan dalam kurikulum. Proses pembelajaran dapat ditingkatkan efektivitasnya melalui upaya kerjasama sinergis guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Firman, 1999), sebagaimana diperlihatkan dalam sebuah model yang tertera pada Kotak 2.




Pada model tersebut pembelajaran yang efektif digambarkan dalam perspektif  kerjasama pendidik dan peserta didik. Dalam interaksi pembelajaran, pendidik berperan untuk menata organisasi dan sistematika penyajian materi pelajaran dan kegiatan belajar siswa agar mampu menstimulasi motivasi dan minat belajar, serta mentransformasikan pengetahuan agar mudah tertangkap siswa. Sementara itu peserta didik berkewajiban untuk  secara antusias dan responsif terlibat dalam proses pembelajaran, serta secara mandiri berupaya untuk melakukan internalisasi terhadap materi pelajaran yang baru dipahaminya.

PERMASALAHAN
Bagaimanakah tanggapan teman – teman terhadap kesulitan yang dialami guru dalam membelajarkan kimia di SMA.? Dampak apakah yang paling fatal yang dirasakan oleh siswa apabila guru kesulitan dalam membelajarkan materi / pelajaran kimia tersebut,?