Selasa, 16 Mei 2017

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

Diagnosis adalah keputusan atau penentu mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Sebelum menetakan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni  jenis kesulitan belajar siswa. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

Langkah – langkah diagnosis kesulitan belajar :
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3.      Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4.      Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1)      Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2)      Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan belajar.
3)      Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar.

Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:
1)      Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh individu.
2)      Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.
3)      Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang diharapkan.

Secara umum langkah-langkah tersebut diatas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh dibawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/ sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusu untuk anak-anak abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umumnya dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.

Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgafia, dan diskalkulia, sebagaimana yang telah diuraikan, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani siswa pengidap sindrom-sindrom tadi disamping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).

Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
1)        Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
2)        Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
3)        Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
4)        Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.
5)        Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
6)        Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
7)        Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak dirumah.

Analisis Hasil Diagnosis Kesulitan Belajar
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. Contoh : siti fulanah mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata polisemi. Polisemi adalahsebuah istilah yang menunjuk kata yang mimiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”, umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun tangga, turun ranjang, turun tangan dan seterusnya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dapat dipakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding, dan sebagainya.

v  Alat Ungkap Kesulitan Belajar Siswa
A.    Tes Uraian
Tes uraian merupakan tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau
suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang diminta kepada siswa untuk menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan, dan mencari perbedaan. Semua bentuk pertanyaan mengharapkan agar siswa menunjukkan pengertian mereka Terhadap materi yang dipelajari. Tes ini dapat digunakan untuk mengungkap bagaimana siswa mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan bahasa sendiri (Suwarto, 2013).

Tes uraian ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian objektif dan bentuk uraian non objektif. Bentuk tes uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang matematika dan sains, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan tes ini melalui suatu prosedur tertentu. Setiap langkah memiliki skor. Objektif artinya jika diperiksa beberapa guru bidang studi maka hasil skornya sama. Penilaian tes uraian non-objektif cenderung dipengaruhi subjektifitas penilai. Tes ini menuntut kemampuan siswa untuk menyampaikan, memilih , menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-kata sendiri (Mardapi, 2004).

B.     Tes Diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut.

Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Tes diagnostik harus disusun secara khusus pada wilayah pengajaran yang terbatas. Butir-butir tes diagnostik cenderung mempunyai tingkat kesulitan yang relatif rendah (Suwarto, 2013).

C. Wawancara
Wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual atau kelompok untuk menghimpun data. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen wawancara atau pedoman wawancara. Pedoman berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh responden. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi, atau evaluasi responden (Sukmadinata, 2012).

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Wawancara terstruktur (structured interview) digunakan bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawaban juga telah disediakan. Wawancara semiterstruktur (semistructure interview) termasuk kategori in-depth interview, yaitu pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, meminta pendapat dan ide dari responden. Peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan. Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) adalah wawancara bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan (Sukmadinata, 2012).
PERMASALAHAN
Menurut teman – teman apakah dengan dilakukannya wawancara sebagai salah satu alat atau tindakan guru untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dapat membantu guru dalam menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.? Kemukakan pendapat teman – teman.....

3 komentar:

  1. iya berdasarkan artikel saudari ririn diatas wawancara merupakan salah satu alat ungkap kesulitan belajar siswa jadi dengan diadakannya wawancara guru bisa mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut sesuai dengan pengertian nya itu sendiri Wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
    secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual atau kelompok untuk menghimpun data.

    BalasHapus
  2. ia karena dengan melakukan wawancara secara pribadi itu dapat membuat anak lebih mudah untuk mengungkapkan perasaannya atau masalah-masalah yang diadapinya dalam mengikuti pembelajaran. apabila guru telah menemukan masalah anak tersebut, guru dapat mencari solusi yang pas untuk mengetahui cara membelajarakan materi kimia kepada anak tersebut sehingga hasil yang didapat lebih maksimal

    BalasHapus
  3. Ia karena dengan wawancara terjadi interaksi antara guru dan siswa baik secra langsung maupu menggunakn media. Seperti yg telah dijelaskan pada artilel sadri, bahwa Tujuan wawancara ini adalah menemukan permasalahan secara lebih terbuka, meminta pendapat dan ide dari responden(siswa)
    Sehingga kita dpat mngetahui apa yg dialami sesungguhnya oleh siswatsb? Dia bisa mngubgkapkan apa yg sedang ia rasakan/ alami.

    BalasHapus