Sabtu, 11 Maret 2017

Kendala Implementasi Kurikulum 13


Menurut Hilda Taba mengemukakan bahwa  Kurikulum adalah sebuah rancangan pembelajaran, yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses pembelajaran serta perkembangan individu.

Menurut Murray Print Kurikum didefinisikan sebagai semua ruang pembelajaran terencana yang diberikan kepada siswa oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang dinikmati oleh siswa saat kurikulum itu terapkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, danbahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

          Ciri-ciri dan Karakteristik Kurikum 2013 ialah ciri ciri yang melekat dalam perwujudan dan pelaksanaan kurikulum 2013:

1.     Mewujudkan pendidikan berkarakter

           Pendidikan berkarakter sebenarnya merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Dimana dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik. Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan sehingga menuaiberbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal

           Wawasan lokal merupakan satu hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi dan budaya lokal seaan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh budaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk melupakan cita-cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari dalam jiwa. Hal itulah yang mendorong bagaimana penanaman budaya lokal dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan budaya lokal yang selama ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri sendiri dan tidak punah ditelan zaman.

3. Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat

           Pendidikan tidak hanya sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik restasi akademik maupun non akademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.

Implementasi Kurikulum 2013  menemui sejumlah masalah di lapangan. Selain persoalan paradigmatik, seperti mengubah mindset guru tersebut, ada problem teknis yang berkaitan dengan perubahan struktur kurikulum yang menyebabkan adanya pelajaran yang hilang maupun bertambahnya jam. Semuanya itu berimplikasi pada nasib guru.

Pertama, penghapusan mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komputer) di SMP berimplikasi besar terhadap eksistensi para pengampu bidang TIK yang latar belakang pendidikannya TIK. Mereka akan disalurkan ke mana? Pengajar TIK dengan latar belakang IPA, matematika, atau lainnya dapat dengan mudah disalurkan ke mata pelajaran lain sesuai dengan kompetensinya. Tapi tidak mudah bagi pengajar bidang TIK yang sudah tersertifikasi. Mungkin mereka dapat disalurkan untuk mengajar prakarya yang berbasiskan teknologi. Tapi masalahnya adalah apakah regulasi yang menyangkut sertifikasi mendukung kebijakan tersebut. Bila tidak, guru pula yang akan menjadi korban. Perebutan jam mengajar tetap akan terjadi untuk tetap dapat mempertahankan sertifikasi.

Kedua, penjurusan/peminatan di SMA yang dimulai begitu murid masuk di kelas I menimbulkan persoalan manajerial baru ihwal persyaratan pemilihan jurusan/minat. Terutama bila para murid baru memilih jurusan/peminatan di kelompok tertentu, misalnya kelompok matematika dan IPA saja. Para kepala sekolah/guru di SMA harus cermat sekali dalam menampung minat para calon murid agar tidak sering terjadi perpindahan jurusan/minat. Hal itu mengingat murid boleh pindah minat. Tapi seringnya pindah minat murid akan menyulitkan pengelolaan sekolah.

Masalah pilihan jurusan/minat itu sebaiknya disosialisasi di kelas III SMP agar, ketika lulus SMP, murid sudah memiliki gambaran mengenai jurusan/minat yang akan diambil saat masuk SMA. Penulis menggunakan istilah “penjurusan” di sini, karena ternyata apa yang disebut peminatan itu sama dengan penjurusan, hanya ditambah dengan boleh mengambil bidang studi disiplin lain. Misalnya, kelompok matematika dan IPA boleh mengambil antropologi. Atau, kelompok IPS boleh mengambil biologi. Tapi setiap murid wajib mengambil semua mata pelajaran di kelompok peminatan. Ketika perdebatan awal gagasan peminatan ini muncul, tidaklah demikian. Pada waktu itu, diharapkan murid betul-betul mengambil materi yang diminati dan sesuai dengan orientasi belajarnya di perguruan tinggi nantinya.

Ketiga, soal penambahan jam pelajaran di semua jenjang pendidikan juga inkonsisten antara latar belakang penambahan dan penerjemahannya dalam struktur kurikulum. Latar belakangnya adalah karena adanya perubahan pendekatan proses pembelajaran, tapi dalam struktur kurikulum terjadi penambahan jumlah jam mata pelajaran. Sebagai contoh, pendidikan agama di SD kelas I-III dari dua menjadi empat jam seminggu, yang diikuti dengan perumusan kompetensi dasar (KD) yang seimbang dengan jumlah jamnya, sehingga yang terjadi tetap mengejar materi, bukan proses pembelajarannya yang dibenahi. Semestinya yang diubah adalah lamanya tatap muka untuk setiap mata pelajaran, misalnya tatap muka di SD kelas I-III saat ini per jam mata pelajaran itu selama 35 menit, bisa ditambah menjadi 45 menit. Di SMP-SMTA, dari 45 menit per jam pelajaran dapat ditambah menjadi 60 menit per jam pelajaran, sehingga proses pembelajarannya lebih leluasa.

Problem lain yang dimunculkan dari penambahan jam pelajaran per minggu itu adalah makin menghilangkan otonomi sekolah, karena waktu yang tersedia untuk mengembangkan kurikulum sendiri makin sempit. Bagi sekolah-sekolah swasta, kurikulum baru jelas menimbulkan beban baru bagi yayasan, karena harus memfasilitasi peningkatan kualitas guru lewat pelatihan, pengadaan perpustakaan yang lengkap, dan pendidikan tambahan agar guru dapat mengimplementasikan kurikulum baru tersebut secara baik, dengan biaya ditanggung sendiri oleh pihak yayasan, yang ujungnya dipikul oleh para orang tua murid. 

Permasalahan :

Menurut teman – teman apakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala kendala penerapan dari kurikulum k 13 ini.? Dan apakah menurut teman – teman kurikulum k 13 ini layak atau tidak untuk diterapkan dalam pendidikan diindonesia.? terimakasih

5 komentar:

  1. ada beberapa cara untuk mengatasi kendala kurikulum k13 :
    1.Upaya penyesuaian sesuai dengan perkembangan pemahaman tentang kurikulum 2013 (permendikbud nomor 67 dan 81A)
    2. Pelatihan dan pemantapan penyusunan perangkat pembelajaran agar guru menjadi kreatif
    3. Pengembangan indikator berdasarkan KD oleh guru
    4. Penguatan pendekatan saintifik pada guru melalui KKG
    5. Guru perlu mendapatkan pelatihan secara kontinyu agar mahir mengimplementasikan 5M, karena 5M menunjang penguatan proses pembelajaran
    6. Menggunakan paket subtema dengan tidak terpaku pada PB
    7. Penilaian melalui penggolongan sesuai kemampuan siswa, tidak “person by person”
    8. Guru dituntut untuk kreatif mengembangkan materi dan proses pembelajaran bahasa Indonesia
    9. Guru dan kepala sekolah berusaha sambil mempersiapkan macam-macam antisipasi penilaian
    10. Dengan adanya “perbedaan” tsb, maka sebagian sekolah akan mencetak sendiri format buku rapor yang lebih sesuai menurut sekolah
    11. Perlu pendampingan berkala dan pembimbingan dalam menyusun instrumen

    Menurut saya K-13 belum dapat diterapkan di Indonesia karena masih banyak kendala yang dihadapi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih diati atas jawaban dan pendapatnya mengenai penerapan kurikulum k 13 diindonesia. menurut saya juga penerapan diindonesia masih kuranf efektif karena masih banyak yang harus dipersiapkan agar bisa berjalan dengan baik.

      Hapus
  2. Menurut saya Solusi Penyelesaian Masalah yang Timbul dengan Diterapkannya Kurikulum 2013.
    Pada kenyataannya, karena adanya perbedaan kemampuan dan pengetahuan guru, belum semua guru mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan materi pelajarannya. Hal inilah salah satunya yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karena itu, sangat perlu bagi masing-masing sekolah mengadakan kegiatan :
    1. lesson study ataupun workshop yang membahasa cara mengajarkan kegiatan pembelajaran yang dimaksudkan dalam kurikulum 2013.
    2. Pertemuan antar sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan untuk diterapkan nya kurikulum 2013 menurut saya belum dapat diterapkan secara maksimal di indonesia

      Hapus
    2. munurut saya penerapan kurikulum 13 belum maksimal seperti yang dikatakan saudari rini karena masih banyak terdapat kendala - kendala dalam pelaksanaanya seperti kendala guru, kendala kemampuan siswa, kendala fasilitas sekolah yang belum memadai.

      Hapus